Sabtu, 19 Juni 2010

Cermin Usang Keberuntungan

Malam itu kuambil cermin dari peraduannya di dinding…

aku melihat diriku ditengah angin malam yang membawa samudra mimpi manusia.. .

sang cermin sempat menegur untuk segera menutupkan jendela kehidupanku dan membukanya esok pagi..


aku tau rembulan sedang menungguku menutupkan mata…

dan bersiap membawa anganku yang terlalu melambung tinggi untuk sekedar menahannya dan membawanya pelan ke sekitar daratan agar tak terlalu sakit jika jatuh nantinya…..


“tunggu manis…… malam ini aku ingin bersolek bersamamu dan cermin usang ini…agar besok aku bisa merayu mereka”


Aku bersikukuh untuk menikmati rima malam itu…

Akhirnya denting waktu membawaku menutup mata menunggu belaian hangat sinar mentari yang memantul dari cermin usangku itu…


Pagi itu ketika bercermin, aku ambil senyum dan kepercayaan diri dari orang didalam cermin usangku…

Sedikit egois, tapi aku hanya meminjam sebentar untuk merayu mereka…

Kujejakkan langkah melewati kabut keragu-raguan itu…berkeringat dan penuh keletihan.

aku lupa tidak meminjam keberuntungan dari orang di dalam cermin usangku tadi…

aku sungguh makhluk kerdil yang sangat kurang… aku butuh keberuntungan..


aku lari kewarung keberuntungan ingin membeli keberuntungan…ternyata habis dibeli orang lain

lalu aku kehutan keberuntungan hendak memetik buah keberuntungan… habis dimakan orang lain…

bahkan aku sampai ke kandang keberuntungan untuk menyembelih keberuntungan… tapi ternyata habis digembala orang lain…


terpaksa aku merayu mereka dengan senyum dan kepercayaan diri yang aku pinjam dari cermin usangku tadi…

tapi….

Ketika aku masuk taman mereka untuk merayu…ternyata aku harus bersaing dengan orang lain…

Orang lain itu sungguh lengkap dengan ketampanan… dan keberuntungan yang aku cari-cari…

Akhirnya saat itu aku gagal…


aku tau itu…


aku kembali pulang dan kukembalikan senyuman serta kepercayaan diri itu ke cermin usangku…

sekarang aku hanyalah manusia tanpa senyum dan kepercayaan diri…

Terima Kasih Rembulan….


(19/06/10) |

Peran Mahasiswa dalam Pembangunan Negara


Oleh Muhamad Affin Bahtiar, Kriminologi, 0906561276

Banyak diantara kita memandang gerakan mahasiswa hanya sebatas aksi turun kejalan, dan parahnya aksi turun kejalan hanya dianggap sebagai sumber bencana dan kerusuhan. Sebenarnya apa itu gerakan mahasiswa? Definisi dari gerakan mahasiswa adalah kegiatan melawan atau mangkritisi suatu keputusan atau hal-hal yang pada pemikiran mahasiswa dianggap menyudutkan atau bahkan menyengsarakan rakyat Indonesia terutama kaum marginal yang sepatutnya dilindungi. Tujuan dari gerakan itu sendiri supaya mahasiswa ikut mempengaruhi kebijakan dengan latar belakang intelektual serta idealisme muda yang masih membara agar tidak semakin menyudutkan masyarakat Indonesia. Sebagai mahasiswa awam, mempertanyakan pergerakan mahasiswa sangatlah lumrah terlontar ketika mereka benar-benar ingin terjun kedalam dunia pergerakan dan mengabdi untuk rakyat Indonesia. Lalu dimana mahasiswa awam lainnya? Bukan rahasia pribadi lagi bahwa banyak mahasiswa yang tidak memiliki rasa peduli terhadap keadaan bangsa ini, terutama kepedulian terhadap rakyat marginal. Aphatisme seperti telah mengakar dalam setiap pemikiran mereka yang nantinya mempengaruhi dalam berpolah tingkah.

Jika kita ingin berpikiran kritis dan sedikit keluar dari pemikiran-pemikiran rutinitas yang masuk dalam zona aman kita, bisa dikatakan bahwa mahasiswa jaman sekarang memang “diatur” agar tidak banyak mengeluarkan “pemikiran-pemikiran cerdas mereka” dengan dialihkan pemikirannya untuk memenuhi segala tuntutan dari kebutuhan akademis. Dengan batas waktu kelulusan kuliah yang diberikan, dengan tugas-tugas menumpuk yang harus segera dikumpulkan, mahasiswa “dipaksa” untuk memeras otak mereka demi kepentingan akademis. Tidak ada yang salah dengan hal itu, namun bandingkan dengan pergerakan pada angakatan ’66 atau pada reformasi ’98 dengan keadaan dimana mahasiswa “dibungkam” dan diwajibkan patuh pada rezim diktator, mereka masih saja memiliki semangat pergerakan yang sangat membara. Apakah kesalahan kita adalah pada pergerakan itu sendiri yang semakin tidak menunjukkan esensinya sehingga mahasiswa semakin tidak perduli terhadap isu-isu nasional maupun isu-isu lokal yang ada? Ataukah diri kita yang malas dan lebih memilih mengejar IPK 4 dan lulus 3,5 tahun daripada untuk “meluangkan waktu” yang kita tahu hal itu tidak akan terlalu mengganggu sepak terjang kehidupan akademis kita dan hal itu akan sangat sebanding rasanya ketika masyarakat kita sejahtera. Dalam membela kepentingan rakyat Indonesia, jika kita kerucutkan ternyata mahasiswa sebagai kaum terpelajar merupakan anak yang terlahir langsung dari rahim rakyat. Jika memang seperti itu, melihat keadaan pada saat ini berarti sungguh durhaka kita sebagai mahasiswa.

Berdasarkan pernyataan diatas, terdapat dua faktor yang menyebabkan banyaknya pihak yang tidak perduli terhadap gerakan mahasiswa, karena model pergerakan sendiri secara general atau dari masing-masing pribadi individu. Model gerakan disini yang dimaksud adalah pergerakan mahasiswa kini telah kehilangan esensinya. Ada anggapan mengenai hal ini, pergerakan pada saat ini masih menggunakan pergerakan yang konvensional dan cenderung tidak sadar terhadap perubahan jaman atau dapat kita katakan bahwa kita belum habisnya merasakan uforia reformasi ’98 yang kita tahu bahwa keadaan sangatlah dinamis dan kita tidak bisa menyamakan dengan keadaan pada waktu yang lampau. Ideologi nasional saja sudah berbeda, ada rezim otoriter pada masa orde baru sehingga sebuah aksi massa itu terlihat sangat “tidak lazim” dalam kehidupan yang serba membungkam. Hal itu sangat bertolak belakang dengan saat ini, banyak masyarakat yang menilai pergerakan mahasiswa sekarang hanya sebatas acara seremonial belaka, sebagai “bumbu” demokrasi di Indonesia. Mungkin juga karena pada saat sekarang, kenyataannya belum ada langkah konkrit yang kita lakukan untuk Indonesia yang dapat dirasakan rakyat Indoneisa secara signifikan. Selain hal tersebut apakah kita tahu bahwa pergerakan yang kita lakukan ternyata telah melupakan hal terpenting dari perjuangan itu sendiri, kecenderungan mahasiswa pada saat ini sangat bersemangat untuk membicarakan masalah isu-isu pada tingkat nasional dan alangkah meruginya kita ketika membuka pintu rumah, siap untuk menggembar-gemborkan tentang segala isu penting negara dan ternyata kita tidak pernah memperhatikan bahwa tetangga rumah kita sendiri masih ada yang membutuhkan kecerdasan dan intelektualitas kita, kaum yang sangat dekat dengan keseharian kita. Maksud dari hal ini bahwa walaupun isu-isu nasional itu sangat penting dan mendesak tapi jangan pernah melupakan isu-isu kehidupan rakyat lokal yang ternyata masih sangat termarginalkan.

Pembangunan nasional sangat erat kaitannya dengan peran mahasiswa. Sejauh ini ada tiga pokok peran mahasiswa yang “seharusnya” disadari oleh semua masyarakat civitas akademika, yaitu : Agent of change, Iron stock, Social force. Sebagai masyarakat yang memiliki pendidikan lebih dari masyarakat yang lain, mahasiswa dituntut menjadi seorang agen perubahan, atau bisa kita katakan sebagai pembuat perubahan. Ketika suatu kebijakan dianggap tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD ’45 sebagai pembuat kesejahteraan masyarakat, maka mahasiswa harus mempengaruhi pembuat kebijakan untuk mengeluarkan kebijakan sesuai dengan apa yang menjadi bahan resolusi tandingan dari suatu konsep isu yang telah dikaji dan didiskusikan secara matang baik dari dampak positif maupun negatifnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa pergerakan bukanlah suatu tindakan tergesa-gesa yang selalu mempermasalahkan pemerintahan saja dan kadang terkesan selalu menjadi pihak oposisi. Namun sebagaimana diketahui, kita bergerak dengan cerdas, kita mempunyai bahan untuk dipertanggung jawabkan dalam pergerakan itu sendiri karena sudah tidak jamannya ketika mahasiswa hanya memaparkan suatu konsep saja tanpa ada solusi yang jelas. Hal ini sangat terkait dengan tugas mahasiswa dalam mengawal dan mengontrol pemerintahan dan kaum birokrat agar sesuai dengan jalan yang seharusnya dilalui.
Dalam berbagai kesempatan dalam pidatonya, Bung Karno sering menggambarkan tentang potensialnya mahasiswa, sebagai calon-calon pemimpin bangsa. Pidato tersebut menggambarkan betapa berbahayanya kita ketika mau melakukan pergerakan. Kita adalah cadangan bangsa ini, ketika bangsa membutuhkan mahasiswa karena kehabisan harapan dalam memperjuangkan keadilan dan berbagai hak-hak, kita sebagai mahasiswa yang selayaknya maju membantu untuk mendapatkan apa yang seharusnya didapatkan. Hal ini bukan berarti bahwa mahasiswa mengikrarkan diri berada dalam strata kaum eksklusif yang selalu bergaya memperjuangkan segala hal normatif secara sendiri. Bukan hanya harapan namun kenyataan yang diperjuangkan. Pendidikan serta intelektualitas yang didapat ini adalah untuk merangkul dan menyadarkan rakyat indonesia yang lainnya agar tetap peduli dan mengajak untuk berjuang bersama-sama, dalam hal ini stereotipe yang menyatakan bahwa mahasiswa adalah kaum ekslusif yang berjuang sendiri itu adalah salah.

Ada beberapa solusi menyikapi berbagai masalah yang sedang terjadi dalam pergerakan mahasiswa, hal itu adalah :

1. Diadakan pergerakan-pergerakan yang elegan serta cerdas. Cerdas disini bukan dimaksudkan kepada hal-hal yang anarkis, sebagai contoh adalah bagaimana cara yang taktis untuk menumbangkan petugas pengawal seperti polisi, namun yang dimaksud adalah kita bergerak secara komunikatif. Yang paling penting dalam pergerakan itu sendiri adalah bagaimana pesan yang kita kirimkan dapat sampai dan menarik untuk diperhatikan. Dalam hal ini kita harus memperjuangkan adanya kemenangan media.

2. Menyadarkan dan menginfiltrasi nilai-nilai semangat cinta tanah air dan kepedulian terhadap bangsa sendiri kepada mahasiswa-mahasiswa agar terkuranginya rasa apathisme. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan seminar-seminar, sounding isu-isu secara masif dengan berbagai media propaganda yang kreatif, dan masih banyak cara untuk menyadarkan mahasiswa lain selama kita sebagai pelaku penyadar harus mau bekerja sedikit lebih keras.

3. “Satu lidi akan lebih lemah dibandingkan dengan sapu lidi.” Maksudnya adalah walaupun pergerakan mahasiswa itu bersifat prular dan memiliki pemikiran-pemikiran yang berbeda terhadap suatu isu, namun sangat perlu menyamakan tujuan dan kepentingan semata-mata untuk rakyat Indonesia. Dan mahasiswapun wajib untuk merangkul dan mengajak semua elemen masyarakat dari kaum birokrat sampai pada grass-root untuk bersama-sama membangun Indonesia menjadi lebih baik. Sekali sebagai dasar pergerakan bahwa tujuan dan kepentingan yang ada semata-mata hanya untuk kesejahteraan rakyat Indonesia dan bebas dari boncengan kepentingan lain. Pergerakan adalah INDEPENDEN.
Itulah sedikit potret yang menggambarkan tentang keadaan pergerakan mahasiswa pada saat sekarang ini. Betapa ironisnya ketika kita lihat bahwa masih banyak mahasiswa yang belum sadar akan pentingnya pergerakan dalam pembangunan nasional. Namun harapan pasti ada, tidak ada kata menyerah untuk berjuang menjadi lebih baik. Dan independensi dalam bergerak, keteguhan prinsip itulah yang masih jadi senjata untuk berjuang.
“ Katakan hitam adalah hitam, katakan putih adalah putih..
Tuk kebenaran dan keadilan menjunjung totalitas perjuangan..”
Mari kita bangun Indonesia bersama-sama menjadi lebih baik. Kalau bukan kita, lalu siapa lagi yang peduli terhadap permasalahan bangsa ini.
HIDUP MAHASISWA!!
HIDUP RAKYAT INDONESIA !!

Muhamad Affin Bahtiar
Staff Kajian dan Aksi Strategis
BEM FISIP UI 2010

Jumat, 18 Juni 2010

Surat Terbuka Untuk Rektor UI: Prof. Gumilar Rusliwa Soemantri

Bapak Rektor UI Yang Terhormat,

Sebenarnya, berat hati ini untuk menulis surat ini, karena saya tahu, saya bukanlah siapa-siapa. Saya hanyalah mahasiswa tingkat akhir yang sedang sibuk menyelesaikan skripsi dan beberapa mata kuliah lain..Tapi, entah mengapa,,hati ini berontak dan memaksa jari ini untuk menuliskan sesuatu..sesuatu yang selalu meresahkan dan mengganggu pikiran dan hati saya..karena itu, izinkanlah saya menuliskan surat terbuka ini untukmu..izinkanlah saya mencurahkan isi seluruh hati ini padamu..bukankah engkau selalu memanggil kami mahasiswa UI sebagai ‘anak-anakmu’ dan engkau selalu menyebut dirimu sebagai ‘ayah’ bagi kami? Karena itu, anggaplah surat ini adalah surat dari ‘anakmu’ sendiri..yang sedikit ingin ‘mengadu’ atas semua kebijakanmu..bukan seorang ‘musuh’ yang mencoba-coba mencari kesalahanmu..

‘Ayahanda’ Gumilar Rusliwa Soemantri,
Sejujurnya, untuk pertama kalinya saya melihat Anda dikampanye calon Rektor tahun 2007, saya sangat berharap Andalah yang menjadi rektor UI..meskipun dekan saya dari FEUI mencalonkan diri..hati saya cenderung kepada Anda..karena saya terkesan dengan sikap dan kewibawaan Anda..yang akrab dan dekat dengan masyarakat UI, termasuk kami mahasiswa..Bahkan, saya masih teringat, Anda pernah berjanji, Anda TIDAK AKAN menaikkan biaya kuliah lagi..anda akan berusaha keras untuk mencari pendanaan lain di luar mahasiswa..dengan memaksimalkan strategic partnership dengan corporate, memaksimal Ventura dan Unit Bisnis UI..

Saya yakin, siapa pun mahasiswa yang hadir saat itu, pasti akan mencatat betul apa yang Anda sampaikan..Dan saya juga yakin, semua mahasiswa yang hadir saat itu bangga kepada Anda..seorang calon Rektor yang Muda, Cerdas dan Merakyat..

Tapi..kebanggaan ini tidak berlangsung lama..setelah Anda menjadi Rektor.. Anda berencana menaikkan BOP sebesar 300 ribu dengan alasan inflation adjustment..Luka pertama kami untuk pertama kalinya terjadi..kami pun dengan serta merta menolak keras kebijakan itu..karena itu telah menghiantai janji Anda saat kampanye..

Setelah saudara Edwin (Ketua BEM UI) dan Salman (MWA UM) menyampaikan aspirasi kami, Anda pun mengubah kebijakan Anda..namun, Anda mencari taktik lain agar supaya nilai besaran BOP berubah..Anda undang para pemimpin kami. Dengan kepiawaian komunikasi Anda, Anda terangkan secara ‘terbuka’ dan ‘jujur’ kondisi keuangan UI..Anda ajak para pemimpin kami untuk ‘empati’ dengan kondisi keuangan UI..kemudian dengan penuh ‘kerendahan hati’ Anda meminta tolong kepada para pemimpin kami untuk memikirkan ‘masalah’ ini..Maka kemudian dibentuklah tim kecil yang merumuskan sistem pembayaran baru..maka munculah istilah BOP Berkeadilan atau biasa disebut BOP B..

Saya masih ingat, saudara Edwin pernah mengatakan, BEM UI menerima BOP B dengan beberapa syarat.


Pertama, mahasiswa terlibat 100% dalam mengawalan proses BOP B, bahkan dalam proses pembuatan matrix BOP B (bukan hanya dalam proses entri data, advokasi dan rekomendasi). Kedua, UI harus melakukan Transparansi dan Akuntabilitas keuangannya. Dan ketiga, UI harus melakukan transisi pembiayaan kampus dari pembebanan kepada mahasiswa menjadi pembiayaan kemitraan strategis dan unit bisnisnya. Dan dari semua persyaratan Anda pun menerimanya.


Luka yang kedua pun terjadi lagi. Dengan menyakitkan hati-hati kami, Anda menyalahi janji-janji Anda. Hampir semua persyaratan itu Anda ingkari. Janji yang pertama, dalam implementasi BOP B, matrix yang dijadikan acuan, bukan matrix yang dibuat oleh kami mahasiswa, Anda ternyata memiliki matrix sendiri, yang sudah Anda buat dengan tim Anda. Dan Anda tidak terbuka dengan sistem matrix itu. Dan masalah advokasi dan rekomendasi mahasiswa, di beberapa fakultas mengalami masalah cukup serius. Janji yang kedua pun sama. Transparansi dan Akuntabilitas keuangan UI pun tak kunjung tiba..bahkan untuk mengakses laporan keuangan saja tidak tahu harus kemana (beda dengan NUS, Melbourne yang bisa dengan mudah diakses di internet). Janji yang ketiga mengalami nasib yang sama, vendor dan unit bisnis jalan ditempat, peningkatan pemasukan dari mahasiswa naik berkali lipat..

Kami pun berang..kami pun beringsut mendatangi Rektorat..menuntut pertanggungjawaban Anda..atas semua janji-janji manis Anda..yang tidak terbukti itu..Anda pasti masih ingat dengan saudara Adi (Ketua BEM FT)..yang membawa pisau untuk, maaf, memotong telinga anda? Karena beberapa malam sebelumnya, anda berjanji akan memotong telinga Anda jika Anda mengingkari janji-janji Anda….Malam itu di rumah Anda..dengan hidangan yang lezat..dengan segala perbincangan yang ‘intim’..dengan segala bentuk bujukan yang Anda sampaikan kepada kami..tidak ingatkah Anda saat itu..saat dimana Anda mencurahkan keluh kesah Anda karena Anda dikucilkan oleh Rektor-rektor lain di forum rektor..sehingga Anda punya alasan untuk membuat ujian masuk baru yang bernama UMB?

‘Ayahanda’ Gumilar Rusliwa Soemantri

Tahun 2009 kemarin, untuk ketiga kalinya, dan mungkin terakhir kalinya, saya terlibat dalam proses ini, karena saya kebetulan menjadi Ketua BEM FEUI. Di tahun ini, Anda sering membuat kejutan..karena tiba-tiba Anda membuat SIMAK UI yang mendominasi proses rekruitmen mahasiswa baru..Anda berencana membuat perpustakaan terbesar di Asia..Anda akan berencana membuat jalan besar yang ke arah rektorat..Dan yang lebih mengejutkan lagi..ketika saya awal menjadi Ketua BEM, saya mendapat keluhan dari beberapa dosen yang mengaku gajinya tidak turun selama tiga bulan..bukan hanya itu..uang block grant kemahasiswaan juga mengalami nasib yang sama..

Belum selesai masalah itu..muncul lagi masalah terkait BOP B lagi..karena dari website penerimaan UI, tercantum ada tiga cara pembayaran masuk UI. Pertama, bayar penuh. Kedua, bayar cicil. Ketiga, ambil BOP B. Kami pun sangat terkejut melihat pengumuman ini? Setelah kita konfirmasi, tidak ada perubahan. Waktu itu saudara Tiqo ( Ketua BEM UI) dan kami ketua-ketua BEM Fakultas mendatangi anda untuk konfirmasi. Anda pasti masih ingat, saat itu anda ditemani oleh bu Kasiyah (Fasilkom).

Kami mempertanyakan tiga sistem pembayaran itu. Kenapa ada tiga? Bukankah yang kita sepakati dan yang tertera SECARA TERTULIS DI SK REKTOR hanya ada satu sistem pembayaran: yaitu sistem pembayaran BOP B, tidak ada yang lain. Kenapa tiba-tiba muncul pembayaran penuh dan cicilan? Kenapa bisa begitu?

Tiba-tiba Anda menanyakan bunyi SK Rektor itu. Kemudian saya bacakan untuk anda. Dan Anda pun berkata, “ Kalau di SK seperti itu, ya kita ikuti SK itu. Saya juga baru tahu bunyi SK itu”. Saya benar-benar kaget saat itu. Bagaimana mungkin Anda baru tahu padahal Anda sendiri yang membuat SK itu? Lalu Anda bilang kepada kami, “ Pada prinsipnya, saya akan jamin 100% mahasiswa yang sudah masuk UI tidak akan DO gara-gara tidak punya biaya. Catat itu!”.

Untuk yang ketiga kalinya, luka kami terulang..Setelah proses advokasi dijalankan..kami bertemu dan melakukan evaluasi bersama..beberapa fakultas bermasalah..seperti FKG, FIK, FKM dan FMIPA (Fakultas yang lain mengalami berbagai kesulitan tapi tidak terlalu signifikan).. yang paling parah di FIK..bahkan Ketua BEM dan Adkesmanya mendapat tekanan yang cukup parah dari Dekanatnya (ini pengakuan dari bersangkutan) dan FKG juga mengalami masalah cukup serius sampai Si Adis Ketua BEM FKG harus beringsut meminta bantuan dari kami.

Rapat itu pun menghasilkan keputusan..Sospol Net yang dikomandani oleh Farid Septian, mencatat semua kesalahan itu dan memblow up beberapa kesalahan yang terjadi dengan memasang Baliho di depan halte Stasiun UI. Para Mahalum pun marah-marah karena ketika kejadian ini terjadi, mereka ada di Malang mengikuti Pimnas (disamping mendapat sms yang membakar emosi mereka). Mungkin saat itu Anda di luar negeri, Anda tidak tahu kondisi di sini. Karena, sejak saat itu, para mahalum yang dipimpin oleh Pak Komar mengambil posisi Melawan kami, dan menjadikan kami ‘musuh’ yang harus ditaklukan.

Kami pun saling bertemu dengan para mahalum, hampir tiga kali kami bertemu dan tidak menemukan titik terang. Mereka marah dengan sikap kami yang menurut mereka tidak bermoral dengan memblow up kesalahan-kesalahan itu sedangkan kami tetap keras kepala dengan pendapat kami (meskipun saya sangat kecewa karena ada beberapa Ketua BEM yang berkhianat dan menjadi pengecut sejati).

Setelah ada beberapa ketua BEM yang kooperatif dan menunjukan ‘kepatuhannya’ kepada mahalum mereka, Kemarahan mahalum ini tiba-tiba mengerucut pada dua nama.

Pertama, Farid Septian (sebagai eksekutor) dan Tiqo (sebagai Ketua BEM UI). Lebih lanjut Pak Komar mengeluarkan surat pembekuan BEM UI sementara dan P3T2 ( yang akan berujung penonaktifan status mahasiswa) untuk Farid dan Tiqo. Kondisi semakin panas dan tidak terkontrol. Kami pada posisi kami. Dan Mahalum pada posisi Mahalum. Ketika media massa mulai ‘mengendus’ masalah ini, Anda tiba-tiba melakukan konferensi pers. Anda bilang kepada pers, bahwa ini hanya masalah kesalahpahaman antara Pak Komar dengan para ketua BEM. Anda bilang, Pak Komar masih muda sebagai Direktur Kemahasiswaan jadi terlalu gegabah dalam pengambilan keputusan. Sedangkan surat Pembekuan BEM UI yang dikeluarkan oleh Pak Komar Anda batalkan.

Dalam pertemuan selanjutnya antara Anda, kami dan para Mahalum Anda di kantor Anda saat itu, Anda dengan sangat sadar dan tegas memihak kepada kami para mahasiswa. Anda bahkan ‘memarahi’ mahalum yang kurang dewasa dalam memperlakukan kami. Di ruangan itu, Anda pun menyetujui aspirasi kami.

Pertama, anda menyetujui bahwa sistem pembayaran di UI hanya ada satu: yaitu BOP B. Kedua, Anda menyetujui bahwa pelaksanaan proses BOP B dijalankan dengan Transparan dan Akuntabel (bahkan anda saat itu bilang, kalau bisa dibuka aja semuanya biar semua tahu dan tidak ada kecurigaan). Ketiga, proses BOP B akan melibatkan mahasiswa (dalam hal ini Adkesma) 100%, mulai dari awal proses sampai finalisasi. Dan yang keempat, Anda meminta kami para mahasiswa dengan para mahalum baikan kembali, tidak ada lagi konflik.

Alhamdulilah, akhirnya kami pun lega. Karena tahun 2010 nanti akan terjadi perbaikan.

‘Ayahanda’ Gumilar Rusliwa Soemantri

Sekarang tahun 2010, dan saya sudah tidak aktif lagi sebagai Ketua BEM FEUI. Saya sudah tidak mengikuti lagi proses yang berkembang. Namun, setelah bertemu dengan teman-teman yang masih aktif, untuk sekali lagi, JANJI-JANJI ITU TIDAK TERBUKTI LAGI. Sampai pada titik ini, SAYA SUDAH BENAR-BENAR KEHILANGAN KEPERCAYAAN KEPADA ANDA. Sulit bagi saya menerima semua kenyataan ini. Hingga kini, saya masih belum bisa mengerti cara berpikir Anda.

Demikian surat ini saya tulis, segala yang tertulis yang ada disini, saya sebagai pribadi mempertanggungjawabkannya dengan konsisten dan konsekwen.

Mohon maaf jika ini kurang berkenan, tapi sungguh, saya harus menyampaikan semua ini sebagai tanggungjawab atas peran sejarah kemahasiswaan yang pernah saya lakukan.

Depok, 29 Mei 2010, Pukul 12.55

Tertanda
Muhammad Kholid
( Mahasiswa FEUI, semester 8)


NB : Mohon disebarluaskan jika surat ini bermanfaat

Rabu, 16 Juni 2010

barometer keberhasilan ARM ...

ini merupakan ukuran keberhasilan dari acara ARM yang mungkin belum selesai sampai disini.. karena kita akan menorehkan tinta sejarah dalam lembaran keadilan :

Pemkot Tunggu Solusi dari Komisi II

Selasa, 15 Juni 2010 | 04:31 WIB

Tangerang, Kompas - Pemerintah Kota Tangerang memastikan tetap menertibkan permukiman liar di sepanjang bantaran Kali Cisadane di Kampung Tangga Asem, Lebakwangi, dan Kokun, Kelurahan Mekarsari, Kecamatan Neglasari.

Namun, mereka belum dapat memastikan kapan waktu pelaksanaan penertiban. Mereka menunggu kepastian Komisi II DPR RI mengenai solusi terbaik bagi warga bantaran kali yang terancam ditertibkan.

”Pemkot berjanji untuk sementara waktu tidak menggusur warga di tiga kampung itu sampai ada pernyataan resmi dari Komisi II DPR mengenai kepastian solusi bagi warga tersebut,” kata M Iqbal Pirzada, anggota staf Kajian dan Aksi Strategis Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fisip Universitas Indonesia seusai bertemu Wali Kota Tangerang Wahidin Halim dan jajarannya di Pusat Pemerintahan Kota Tangerang, Senin (14/6).

Namun, Wahidin hanya membuka pertemuan dengan delapan perwakilan dari BEM FISIP UI itu. Selanjutnya, pertemuan tertutup dipimpin Sekretaris Daerah Pemkot Tangerang Harry Mulya Zein.

Iqbal mengatakan, dalam pertemuan itu, BEM FISIP UI mendesak agar pemkot jangan menggusur sekitar 400 kepala keluarga yang bermukim di tiga kampung di Kelurahan Neglasari itu.

BEM FISIP UI juga meminta pemkot mempertimbangkan kembali jarak permukiman sesuai ketentuan batas garis sepadan sungai dalam menata ulang kotanya. BEM FISIP UI mengusulkan agar garis sepadan dibatasi hanya 10 meter, bukan 20 meter dari pinggir kali. Jadi, warga masih memungkinkan bermukim di sekitar daerah bantaran kali tersebut.

”Pemkot tak mau melakukan itu. Mereka khawatir dicap melakukan tindak kriminal karena melanggar ketentuan pemerintah pusat, yakni peraturan Menteri Pekerjaan Umum, mengenai kawasan garis sepadan sungai yang membatasi garis sepadan sungai berjarak 20 meter dan di garis itu harus bebas dari hunian,” ujar Iqbal.

Wali Kota Tangerang Wahidin Halim mengatakan, hingga kini pihaknya menunggu tindak lanjut pertemuan akhir Mei, antara Pemkot Tangerang dan Komisi II DPR, terutama mengenai solusi terbaik menangani warga di bantaran Kali Cisadane yang terancam ditertibkan.

Dalam pertemuan itu, Komisi II DPR menawarkan solusi menyediakan rumah susun sederhana disewa (rusunawa) bagi warga sebelum ditertibkan.

”Katanya Komisi II akan memanggil tiga instansi terkait, antara lain Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perumahan. Akan tetapi, sampai kini kami belum mendapat kabar bagaimana perkembangan selanjutnya. Kami masih menunggu,” kata Wahidin.

Menurut dia, pada dasarnya, pemkot bersedia agar warga di bantaran kali dipindahkan ke rusunawa. Pemkot bersedia menyediakan lahan untuk pembangunan rusunawa yang rencananya didanai pemerintah pusat.

”Kalau diminta, kami menyediakan lokasinya,” kata Wahidin.

Pemkot juga berkeinginan memberikan uang kerohiman kepada warga. Akan tetapi, dalam Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 2006 tentang Tanah untuk Kepentingan Umum melarang pemkot memberikan uang kerohiman kepada warga yang tinggal di atas tanah negara dan terancam akan ditertibkan.

(PIN)


diunduh dari : http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/06/15/04310273/pemkot.tunggu.solusi.dari.komisi.ii


dan

UI Audiensi dengan Wali Kota Terkait Neglasari
rangga
Bentrok antara warga dengan Satpol PP.
Senin, 14 Juni 2010 | 21:55 WIB
TANGERANGNEWS-Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (BEM FISIP UI) melakukan audiensi dengan Wali Kota Tangerang Wahidin Halim, Senin (14/6), terkait masalah penertiban pemukiman warga cina benteng di bantaran kali Cisadane, Kelurahan Mekarsari, Kecamatan Neglasari. Audiensi dilangsungkan di dalam ruangan Wali Kota
yang diikuti sekitar enam mahasiswa BEM FISIP UI.

Humas BEM FISIP UI Muhammad Daud mengatakan, audiensi tersebut dilakukan untuk meminta klarifikasi kepada Pemkota Tangerang terkait penertiban warga bantaran kali yang dianggap melanggar peraturan dengan tinggal di bantaran Sungai Cisadane.
“Seperti kita ketahui, masyarakat kampung benteng terutama yang mayoritas merupakan kaum Tionghoa akan ditertibkan oleh wali Kota setempat tanpa mendapatkan kompensasi yang jelas, jadi kita minta klarifikasi untuk meninjau masalah ini dari berbagai perspektif, diantaranya perspektif HAM, hukum, sosial dan politik guna memberikan solusi,” ungkapnya.

Pihaknya juga merekomendasikan solusi kepada Wali Kota seperti penataan ulang. Hanya saja hal tersebut ditolak dengan alasan masalah ini masih dikaji pihak Pemerintah Pusat. “Kita sebenarnya cukup kecewa rekomendasi penataan ulang itu tidak diterima. Tapi Wali Kota berjanji tidak ada penertiban sebelum adanya solusi, jadi kita tunggu saja janjinya,” tambah Daud.

Sementara itu, Wali Kota Tangerang H Wahidin Halim menjelaskan penertiban, sepanjang bantaran kali Cisadane merupakan penertiban bangunan yang berada di atas lahan Negara dan merupakan bagian dari upaya Pemkot Tangerang untuk menegakkan aturan sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. “Tidak ada itu penggusuran, tapi penertiban. Itu juga dilakukan sebagai antisipasi untuk mencegah longsor,” terangnya. (rangga)


diambil dari : http://www.tangerangnews.com/baca/2010/06/14/2770/ui-audiensi-dengan-wali-kota-terkait-neglasari

selain itu kita juga di muat di harian Republika dan Wartakota.
semangat untuk selalu berjalan di daerah keadilan..

Sabtu, 12 Juni 2010

Masa Lanjutan

Ini adalah sebuah realita masa remaja lanjutan . . .
Pemikiran yang terkuras dan tereksploitasi secara otoriter oleh keadaan . . .
Terpinggirkan oleh sebuah situasi bias . . .
Antara fakta-fakta kehidupan dan keinginan untuk bermimpi . . .
Pergolakan perasaan yang tak kunjung menuai penyelesaian dan kepuasan batin . . .

Ini adalah sebuah realita masa intelektual lanjutan . . .
Gejolak-gejolak akan hausnya keingintahuan . . .
Gerakan batin untuk setia mengabdi terhadap suatu independensi . . .
Perjuangan dengan kecerdasan seadanya dan seada-adanya walau terkadang mengada-ada . . .
Suatu kebutuhan eksistensi terhadap disiplin ilmu yang dimiliki . . .

Inilah masa lanjutan . . .
Uforia akan kesuksesan-kebahagiaan jaman lampau . . .
Perilaku bangsat yang kadang terjadi diantara perilaku-perilaku konformitas . . .
Perasaan idealis pragmatis atau sebaliknya . . .

Aku . . .
aku hanya remaja biasa . . . dengan bahasa seadanya, dengan pengetahuan setinggi pohon bawang . . . yang aku miliki hanya cinta serta keinginan untuk mengembangkan cinta itu . . .untuk Tuhanku, keluargaku, serta perangkat kehidupan yang lain. . .

Positioning Paper Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia tentang Penggusuran Bantaran Sungai Cisadane, Tangerang

Penggusuran pada dasarnya merupakan salah satu program pendukung pembangunan dari pemerintah. Bentuk ini pada masa Orde Baru diarahkan pada pembangunan fisik yang mengedepankan nilai keindahan keruangan, estetika, dan lain sebagainya. Pada zaman reformasi sekarang, program pendukung pembangunan ini selayaknya juga memperhatikan faktor kemanusiaan yang berlandaskan HAM sesuai dengan yang tercantum dalam konstitusi negara yang sudah diamandemen.

Rencana Pemerintah Kota Tangerang untuk melakukan penggusuran tanah di sekitar Bantaran Sungai Cisadane juga dapat dikategorikan sebagai salah satu program pembangunan. Penggusuran itu sendiri akan meliputi wilayah seluas 10 hektar dengan total 350 kepala keluarga atau 1007 jiwa yang tersebar sepanjang 3 kilometer bantaran sungai. Sebanyak 300 bangunan dalam wilayah tersebut akan tergusur.

Rencana penggusuran, sebagaimana yang diketahui, didasarkan pada Peraturan Daerah Tangerang nomor 18 tahun 2000 tentang K3 (kebersihan, keindahan, ketertiban), Perda No 7/2001 tentang Izin Mendirikan Bangunan, dan Peraturan Walikota Tangerang No 49/2008 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kecamatan.

Selain itu, karena penduduk sekitar Bantaran Sungai tersebut tidak mempunyai surat legal atas tanah yang mereka tempati, pemerintah enggan membayar kompensasi sebagaimana penggusuran yang biasa dilakukan. Berdasarkan pada alasan-alasan tersebut, maka pemerintah sampai saat ini mencoba melakukan penggusuran terhadap pemukiman di sekitar Bantaran Sungai Cisadane tanpa ada kompensasi yang jelas bagi warganya.

Akan tetapi, terdapat berbagai faktor yang perlu dilihat yang menyebabkan penduduk sekitar bantaran sungai Cisadane berada dalam posisi seperti sekarang ini (tidak mempunyai surat legal atas tanah yang mereka tempati dan dekatnya pemukiman mereka dengan sungai Cisadane). Kalaupun penggusuran akan dilakukan oleh pemerintah, terdapat berbagai pertimbangan yang harus diperhatikan pemerintah jika akan melaksanakannya di daerah tersebut (apalagi jika tanpa kompensasi yang jelas). Dalam pandangan kami, yang berlatarkan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), hal-hal yang perlu dikaji lebih dalam dari kasus ini meliputi pertimbangan konstitusi, HAM, dan antropologis, agar penggusuran yang merupakan salah satu bentuk dari program pendukung pembangunan tidak mengabaikan sisi kemanusiaan. Pertimbangan-pertimbangan tersebut (yang akan dijelaskan lebih lanjut di positioning paper ini) telah mengundang perhatian banyak kalangan, baik akademisi, media, LSM, LBH, dan lain sebagainya untuk ikut peduli dan membela penduduk terhadap kasus tanah di bantaran sungai Cisadane.

Hal pertama yang harus diperhatikan adalah perspektif historis, di mana masyarakat sekitar bantaran sungai yang akan digusur tersebut telah berabad-abad lamanya menempati wilayah sekitar bantaran sungai Cisadane. Sejak zaman kolonial Belanda, imigran Cina menempati wilayah sekitar bantaran sungai tersebut karena adanya pembantaian terhadap etnis Cina oleh VOC. Kemudian mereka menetap di sana dan beranak pinak melahirkan satu masyarakat baru melalui akulturasi dengan masyarakat lokal, dan akhirnya jadilah mereka salah satu bagian dari bangsa Indonesia. Akan tetapi, pada masa Orde Baru terjadi diskriminasi terhadap etnis Cina di Indonesia, sehingga usaha mereka untuk melegalkan tanah yang mereka tempati sangatlah sulit untuk berhasil. Akhirnya, ditambah dengan keterbatasan ekonomi dan intelektual, masyarakat tidak tersadarkan akan pentingnya legalitas atas tanah mereka. Dengan begini, ketidaklegalan tanah yang mereka tempati seharusnya dipandang sebagai imbas dari kurangnya kinerja pemerintah masa lalu untuk mengatur administrasi secara merata ke semua warga negaranya, bukan semata karena warga sekitar bantaran sungai Cisadane yang secara liar membangun pemukiman di atas tanah tersebut. Selain itu, dekatnya pemukiman warga dengan sungai juga dikarenakan kurangnya perhatian pemerintah masa lalu dalam menormalisasi aliran sungai Cisadane tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa pemukiman warga pada awalnya terletak jauh dari sungai, akan tetapi lama kelamaan sungai Cisadane mengalami abrasi dan meluas sampai mendekati bahkan menenggelamkan pemukiman warga. hal ini dibuktikan dengan fakta terdapat sisa-sisa tembok rumah dan sumur di sungai Cisadane. Padahal, jika pemerintah pada masa lalu bisa mencegah abrasi tersebut melalui normalisasi aliran sungai, pemukiman warga akan tetap berada jauh dari sungai tersebut.

Kedua, secara antropologis, penggusuran pada dasarnya bukan hanya merupakan pemindahan fisik semata, akan tetapi juga merupakan pemindahan atas hal-hal yang lebih tinggi seperti hubungan kekerabatan, mata pencaharian, adat-istiadat, budaya, pengalaman, memori masa lalu, dan lain sebagainya. Hal-hal seperti ini sangat penting untuk dipertimbangkan. Kalaupun pemerintah memberi kompensasi dalam bentuk uang atau relokasi tempat tinggal, jika kompensasi tersebut tidak menghiraukan faktor-faktor kesesuain ini (misalnya kondisi geografis relokasi lingkungan baru tidak sesuai dengan kemampuan mata pencaharian masyarakat) maka hal itu dapat menyebabkan masalah lain juga. Apalagi jika penggusuran tersebut tidak memberikan kompensasi apapun terhadap masyarakatnya, maka bentrokan antara pemerintah dengan masyarakat dan elemen lain yang membela masyarakat tersebut sangat rentan terjadi, yang menyebabkan menurunnya reputasi pemerintah itu sendri.

Ketiga, secara konstitusi, penggusuran dalam kasus ini nampaknya kurang berkesesuaian dengan Konstitusi Negara Republik Indonesia. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia secara gamblang memuat poin-poin Hak Asasi Manusia (HAM) yang tercantum dalam pasal 28A sampai 28J UUD 1945. Hak Asasi Manusia tersebut secara garis besar berisi tentang dua poin utama, yaitu hak sipil dan politik, dan hak ekonomi, sosial, dan budaya (Hak Ekosob) sebagaimana yang tertuang dalam Konvensi Genewa yang diratifikasi oleh Indonesia. Dari segi Hak Sipil dan Politik, warga di sekitar bangtaran sungai Cisadane telah memperolehnya dengan baik dibuktikan dengan mayoritas warga Kec. Neglasari yang akan digusur memiliki Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, Kartu Tanda Pemilih Pemilu 2009, bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan maupun bukti pembayaran PLN. Selain itu, bukti-bukti pelayanan sosial oleh negara berupa prasarana fisik jalan, layanan listrik maupun struktur kelembagaan RW dan RT merupakan contoh lain dari pemenuhan Hak Sipil dan Politik tersebut, yang di sisi lain juga menjadi indikasi bahwa pemukiman warga di Kecamatan Neglasari tersebut bukanlah pemukiman liar sebagaimana klaim pemerintah. Akan tetapi, dari segi Hak Ekosob, khususnya dalam kasus ini, pemerintah nampaknya mempunyai perhatian yang sangat kurang. Hak Ekosob yang meliputi hak azasi warganegara untuk hidup layak, mendapatkan pelayanan kesehatan, bebas dari rasa takut, bebas berpendapat, dan bebas melaksanakan segi kehidupan kulturalnya dalam kasus ini khususnya mengalami reduksi yang cukup besar oleh Peraturan Daerah. Selayaknya, pemenuhan kedua jenis hak asasi tersebut berjalan beriringan.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, kami BEM FISIP UI bersama masyarakat Kampung Benteng dan LSM juga LBH yang peduli terhadap kasus ini menyatakan menolak penggusuran tanpa kompensasi atau relokasi yang jelas dan merekomendasikan dilakukannya penataan ulang terhadap wilayah pemukiman Kampung Benteng. Penataan ulang tersebut secara anggaran akan lebih menghemat biaya yang harus dikeluarkan pemerintah dibandingkan jika biaya yang harus dikeluarkan untuk penggusuran. Terdapat beberapa alasan kenapa kami memilih penataan ulang daripada penggusuran, yaitu:

1. Penataan ulang daerah pemukiman sekitar bantaran sungai Cisadane tidak melanggar norma-norma seperti yang telah disebutkan sebelumnya. khususnya dalam bidang Hak Asasi Manusia, penataan ulang memungkinkan pemerintah untuk memenuhi hak asasi warga untuk dapat hidup layak, bebas dari rasa takut, dan bebas melaksanakan segi kulturalnya.

2. Penataan ulang akan lebih menghemat biaya pemerintah bahkan menekan biaya yang harus dikeluarkan untuk penggusuran wilayah dan penataan kota berdasarkan program K3 karena hal tersebut akan dengan sendirinya dilakukan oleh masyarakat sekitar bantaran sungai itu sendiri. Jika penggusuran dilakukan, maka pemerintah harus mengeluarkan biaya operasional yang cukup tinggi, baik secara ekonomis, yaitu biaya pengerahan satpol PP dan perlengkapan penggusuran, maupun secara sosial yaitu kerusuhan yang sangat rentan terjadi. Sebaliknya, jika yang dilakukan adalah penataan ulang, maka masyarakatlah yang akan membayar biaya yang diperlukan.

3. Daerah sekitar bantaran sungai Cisadane yang akan digusur menyimpan potensi budaya yang tinggi sehingga memungkinkannya untuk dijadikan salah satu objek wisata berupa kampung budaya untuk daerah Tangerang yang dapat memberi keuntungan bagi Kota Tangerang baik secara ekonomis maupun secara kultural. Kesenian-kesenian seperti gambang kromong dan tari cokek merupakan salah satu contoh kebudayaan yang dapat disajikan dari daerah tersebut. Ditambah lagi secara historis masyarakat sekitar bantaran sungai Cisadane tersebut menyimpan catatan sejarah yang signifikan bagi berkembangnya budaya tersebut.

Dengan demikian, kami sekali lagi menegaskan bahwa posisi mahasiswa dalam kasus ini adalah menolak penggusuran tanpa kompensasi yang jelas dan mengusulkan adanya penataan ruang kembali daerah sekitar bantaran sungai tersebut. Penataan ulang yang mungkin dilaksanakan oleh pemerintah di sisi lain juga merupakan komitmen pemerintah untuk memperhatikan sisi kemanusiaan dalam program pembangunannya.

Selasa, 01 Juni 2010

ini adalah blog lamaku yang aku sendiri lupa userID dan passwordnya : www.djupin.blogspot.com

so buat baru sekarang . . .. . . .

awal baru dari sebuah awalan

belum sempat aku menuliskan terlalu banyak persepsiku dalam lantunan langkah kisah hidupku yang terkadang monoton dan cenderung statis . . .

pernah dulu aku tuliskan rangkuman kehidupan dalam kegiatan harian perkuliahan yang terkadang memuakkan dalam sebuah jejaring sosial yang kini sudah tak bisa lagi kubuka karena kelalaian dan sedikit pengabaian atas apa yang telah kubuat.

aku sadar dan tahu, pernah ada sebuah lubang yang kubuat dan pasti takkan kulalui lagi jalanan itu. kini aku mulai mengetikkan lagi curahan pemikiran-pemikiran yang dulu sempat tertunda dan terabaikan karena ada sebuah pengalihan dalam prosesku beradaptasi pada lingkungan dengan atmosfir idealis dan terkadang sampai pada titik utopis yang akupun tak tahu kenapa aku bisa sampai pada ranah dan pencapaian ini.

kini saatnya ....
kumulai lagi awal baru dari sebuah awalan lama yang sempat aku abaikan . . .
kumulai lagi mencoba menerka dan menangkap apa maksut dari bayang dan pertanyaan yang ada dalam otak kecilku ini.

aku berharap . . .
kelak . .
ketika aku sudah tua, seumur pemimpin-pemimpin bangsa kita sekarang....
aku membaca tulisan ini dan mengingat idealisme yang aku junjung ketika aku masih remaja lanjutan . .
ketika kejujuran dan keadilan selalu menjadi landasan pergerakanku yang selalu didasari pada bentuk independensi . . .

aku ingin . . .
aku tahu aku pernah menjadi seseorang yang berguna.
dan tulisan ini akan memicuku untuk selalu tetap berguna. . . .

"karena sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain"

semangat dalam membuka awalan baru dari sebuah awalan....