Sabtu, 19 Juni 2010

Peran Mahasiswa dalam Pembangunan Negara


Oleh Muhamad Affin Bahtiar, Kriminologi, 0906561276

Banyak diantara kita memandang gerakan mahasiswa hanya sebatas aksi turun kejalan, dan parahnya aksi turun kejalan hanya dianggap sebagai sumber bencana dan kerusuhan. Sebenarnya apa itu gerakan mahasiswa? Definisi dari gerakan mahasiswa adalah kegiatan melawan atau mangkritisi suatu keputusan atau hal-hal yang pada pemikiran mahasiswa dianggap menyudutkan atau bahkan menyengsarakan rakyat Indonesia terutama kaum marginal yang sepatutnya dilindungi. Tujuan dari gerakan itu sendiri supaya mahasiswa ikut mempengaruhi kebijakan dengan latar belakang intelektual serta idealisme muda yang masih membara agar tidak semakin menyudutkan masyarakat Indonesia. Sebagai mahasiswa awam, mempertanyakan pergerakan mahasiswa sangatlah lumrah terlontar ketika mereka benar-benar ingin terjun kedalam dunia pergerakan dan mengabdi untuk rakyat Indonesia. Lalu dimana mahasiswa awam lainnya? Bukan rahasia pribadi lagi bahwa banyak mahasiswa yang tidak memiliki rasa peduli terhadap keadaan bangsa ini, terutama kepedulian terhadap rakyat marginal. Aphatisme seperti telah mengakar dalam setiap pemikiran mereka yang nantinya mempengaruhi dalam berpolah tingkah.

Jika kita ingin berpikiran kritis dan sedikit keluar dari pemikiran-pemikiran rutinitas yang masuk dalam zona aman kita, bisa dikatakan bahwa mahasiswa jaman sekarang memang “diatur” agar tidak banyak mengeluarkan “pemikiran-pemikiran cerdas mereka” dengan dialihkan pemikirannya untuk memenuhi segala tuntutan dari kebutuhan akademis. Dengan batas waktu kelulusan kuliah yang diberikan, dengan tugas-tugas menumpuk yang harus segera dikumpulkan, mahasiswa “dipaksa” untuk memeras otak mereka demi kepentingan akademis. Tidak ada yang salah dengan hal itu, namun bandingkan dengan pergerakan pada angakatan ’66 atau pada reformasi ’98 dengan keadaan dimana mahasiswa “dibungkam” dan diwajibkan patuh pada rezim diktator, mereka masih saja memiliki semangat pergerakan yang sangat membara. Apakah kesalahan kita adalah pada pergerakan itu sendiri yang semakin tidak menunjukkan esensinya sehingga mahasiswa semakin tidak perduli terhadap isu-isu nasional maupun isu-isu lokal yang ada? Ataukah diri kita yang malas dan lebih memilih mengejar IPK 4 dan lulus 3,5 tahun daripada untuk “meluangkan waktu” yang kita tahu hal itu tidak akan terlalu mengganggu sepak terjang kehidupan akademis kita dan hal itu akan sangat sebanding rasanya ketika masyarakat kita sejahtera. Dalam membela kepentingan rakyat Indonesia, jika kita kerucutkan ternyata mahasiswa sebagai kaum terpelajar merupakan anak yang terlahir langsung dari rahim rakyat. Jika memang seperti itu, melihat keadaan pada saat ini berarti sungguh durhaka kita sebagai mahasiswa.

Berdasarkan pernyataan diatas, terdapat dua faktor yang menyebabkan banyaknya pihak yang tidak perduli terhadap gerakan mahasiswa, karena model pergerakan sendiri secara general atau dari masing-masing pribadi individu. Model gerakan disini yang dimaksud adalah pergerakan mahasiswa kini telah kehilangan esensinya. Ada anggapan mengenai hal ini, pergerakan pada saat ini masih menggunakan pergerakan yang konvensional dan cenderung tidak sadar terhadap perubahan jaman atau dapat kita katakan bahwa kita belum habisnya merasakan uforia reformasi ’98 yang kita tahu bahwa keadaan sangatlah dinamis dan kita tidak bisa menyamakan dengan keadaan pada waktu yang lampau. Ideologi nasional saja sudah berbeda, ada rezim otoriter pada masa orde baru sehingga sebuah aksi massa itu terlihat sangat “tidak lazim” dalam kehidupan yang serba membungkam. Hal itu sangat bertolak belakang dengan saat ini, banyak masyarakat yang menilai pergerakan mahasiswa sekarang hanya sebatas acara seremonial belaka, sebagai “bumbu” demokrasi di Indonesia. Mungkin juga karena pada saat sekarang, kenyataannya belum ada langkah konkrit yang kita lakukan untuk Indonesia yang dapat dirasakan rakyat Indoneisa secara signifikan. Selain hal tersebut apakah kita tahu bahwa pergerakan yang kita lakukan ternyata telah melupakan hal terpenting dari perjuangan itu sendiri, kecenderungan mahasiswa pada saat ini sangat bersemangat untuk membicarakan masalah isu-isu pada tingkat nasional dan alangkah meruginya kita ketika membuka pintu rumah, siap untuk menggembar-gemborkan tentang segala isu penting negara dan ternyata kita tidak pernah memperhatikan bahwa tetangga rumah kita sendiri masih ada yang membutuhkan kecerdasan dan intelektualitas kita, kaum yang sangat dekat dengan keseharian kita. Maksud dari hal ini bahwa walaupun isu-isu nasional itu sangat penting dan mendesak tapi jangan pernah melupakan isu-isu kehidupan rakyat lokal yang ternyata masih sangat termarginalkan.

Pembangunan nasional sangat erat kaitannya dengan peran mahasiswa. Sejauh ini ada tiga pokok peran mahasiswa yang “seharusnya” disadari oleh semua masyarakat civitas akademika, yaitu : Agent of change, Iron stock, Social force. Sebagai masyarakat yang memiliki pendidikan lebih dari masyarakat yang lain, mahasiswa dituntut menjadi seorang agen perubahan, atau bisa kita katakan sebagai pembuat perubahan. Ketika suatu kebijakan dianggap tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD ’45 sebagai pembuat kesejahteraan masyarakat, maka mahasiswa harus mempengaruhi pembuat kebijakan untuk mengeluarkan kebijakan sesuai dengan apa yang menjadi bahan resolusi tandingan dari suatu konsep isu yang telah dikaji dan didiskusikan secara matang baik dari dampak positif maupun negatifnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa pergerakan bukanlah suatu tindakan tergesa-gesa yang selalu mempermasalahkan pemerintahan saja dan kadang terkesan selalu menjadi pihak oposisi. Namun sebagaimana diketahui, kita bergerak dengan cerdas, kita mempunyai bahan untuk dipertanggung jawabkan dalam pergerakan itu sendiri karena sudah tidak jamannya ketika mahasiswa hanya memaparkan suatu konsep saja tanpa ada solusi yang jelas. Hal ini sangat terkait dengan tugas mahasiswa dalam mengawal dan mengontrol pemerintahan dan kaum birokrat agar sesuai dengan jalan yang seharusnya dilalui.
Dalam berbagai kesempatan dalam pidatonya, Bung Karno sering menggambarkan tentang potensialnya mahasiswa, sebagai calon-calon pemimpin bangsa. Pidato tersebut menggambarkan betapa berbahayanya kita ketika mau melakukan pergerakan. Kita adalah cadangan bangsa ini, ketika bangsa membutuhkan mahasiswa karena kehabisan harapan dalam memperjuangkan keadilan dan berbagai hak-hak, kita sebagai mahasiswa yang selayaknya maju membantu untuk mendapatkan apa yang seharusnya didapatkan. Hal ini bukan berarti bahwa mahasiswa mengikrarkan diri berada dalam strata kaum eksklusif yang selalu bergaya memperjuangkan segala hal normatif secara sendiri. Bukan hanya harapan namun kenyataan yang diperjuangkan. Pendidikan serta intelektualitas yang didapat ini adalah untuk merangkul dan menyadarkan rakyat indonesia yang lainnya agar tetap peduli dan mengajak untuk berjuang bersama-sama, dalam hal ini stereotipe yang menyatakan bahwa mahasiswa adalah kaum ekslusif yang berjuang sendiri itu adalah salah.

Ada beberapa solusi menyikapi berbagai masalah yang sedang terjadi dalam pergerakan mahasiswa, hal itu adalah :

1. Diadakan pergerakan-pergerakan yang elegan serta cerdas. Cerdas disini bukan dimaksudkan kepada hal-hal yang anarkis, sebagai contoh adalah bagaimana cara yang taktis untuk menumbangkan petugas pengawal seperti polisi, namun yang dimaksud adalah kita bergerak secara komunikatif. Yang paling penting dalam pergerakan itu sendiri adalah bagaimana pesan yang kita kirimkan dapat sampai dan menarik untuk diperhatikan. Dalam hal ini kita harus memperjuangkan adanya kemenangan media.

2. Menyadarkan dan menginfiltrasi nilai-nilai semangat cinta tanah air dan kepedulian terhadap bangsa sendiri kepada mahasiswa-mahasiswa agar terkuranginya rasa apathisme. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan seminar-seminar, sounding isu-isu secara masif dengan berbagai media propaganda yang kreatif, dan masih banyak cara untuk menyadarkan mahasiswa lain selama kita sebagai pelaku penyadar harus mau bekerja sedikit lebih keras.

3. “Satu lidi akan lebih lemah dibandingkan dengan sapu lidi.” Maksudnya adalah walaupun pergerakan mahasiswa itu bersifat prular dan memiliki pemikiran-pemikiran yang berbeda terhadap suatu isu, namun sangat perlu menyamakan tujuan dan kepentingan semata-mata untuk rakyat Indonesia. Dan mahasiswapun wajib untuk merangkul dan mengajak semua elemen masyarakat dari kaum birokrat sampai pada grass-root untuk bersama-sama membangun Indonesia menjadi lebih baik. Sekali sebagai dasar pergerakan bahwa tujuan dan kepentingan yang ada semata-mata hanya untuk kesejahteraan rakyat Indonesia dan bebas dari boncengan kepentingan lain. Pergerakan adalah INDEPENDEN.
Itulah sedikit potret yang menggambarkan tentang keadaan pergerakan mahasiswa pada saat sekarang ini. Betapa ironisnya ketika kita lihat bahwa masih banyak mahasiswa yang belum sadar akan pentingnya pergerakan dalam pembangunan nasional. Namun harapan pasti ada, tidak ada kata menyerah untuk berjuang menjadi lebih baik. Dan independensi dalam bergerak, keteguhan prinsip itulah yang masih jadi senjata untuk berjuang.
“ Katakan hitam adalah hitam, katakan putih adalah putih..
Tuk kebenaran dan keadilan menjunjung totalitas perjuangan..”
Mari kita bangun Indonesia bersama-sama menjadi lebih baik. Kalau bukan kita, lalu siapa lagi yang peduli terhadap permasalahan bangsa ini.
HIDUP MAHASISWA!!
HIDUP RAKYAT INDONESIA !!

Muhamad Affin Bahtiar
Staff Kajian dan Aksi Strategis
BEM FISIP UI 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar