Kamis, 01 Juli 2010

AKTIVIS

dari kak sakti lazuardi wahab...

“..Jika kau tidak bisa terbang, berlarilah. Jika kau tidak bisa berlari, berjalanlah. Jika kau tidak bisa berjalan, merangkaklah, tetapi bagaimanapun juga, teruslah bergerak..”
(DR. Luther Martin King)

Kehidupan para aktivis adalah sebuah medan perang tanpa batas yang melingkari sebuah titik waktu. Tak akan pernah atahu apa yang akan terjadi dan kapan akan selesai. Jalannya penuh onak dan duri dan berliku, tak akan pernah menemui sebuah kelurusan dan kelapangan. Seorang aktivis pun harus terbiasa untuk hidup non-individual. Pikirannya kan selalu dipenuhi dengan frasa “kepentingan masyarakat banyak”. Bahkan terkadang hal itu membuatnya lupa akan dirinya sendiri, lupa akan makannya, lupa akan minumnya, lupa akan kehidupannya. Ruh dan jasadnya menjadi milik bersama, bukan menjadi milik dirinya sendiri. Itulah seorang aktivis.

Ia harus berani mengatakan “Hidup Rakyat Indonesia” dan kemudian meninggalkan kebahagiaan-kebahagiaannya. Di saat kawan-kawannya yang lain menikmati masa muda dengan pergi ke suatu tempat yang menyenangkan, maka seorang aktivis harus rela berpanas-panasan untuk menyuarakan apa yang selama ini ia anggap sebagai sebuah nilai kebenaran. Keyakinan dan keteguhan akan mempertahankannya menjadi kata kunci kenapa ia mau bersikap demikian, dan terkadang juga ditambahkan dengan iming-iming surga. Itulah seorang aktivis.

Aktivis tidak mengenal cinta, di saat sebagian penuh hidupnya habis di ruang-ruang diskusi. Ya atau setidaknya dia tidak akan menjalani kehidupan cinta yang normal, dengan buku, dengan meja rapat, dengan dinding bisu ia lebih sering bertemu. Bilakah ia bertemu dengan seseorang yang mempesona, tak akan ada waktu untuk menggodanya atau merayunya. Karena sekali lagi ruh dan jasadnya bukanlah miliknya, tapi telah menjadi milik bersama. Ironis? Memang, tapi itulah dunia aktivis yang penuh dengan ratapan dan tangisan. Itulah seorang aktivis.

Sesekali seorang aktivis akan saling curiga, sesekali akan saling tuduh dan sesekali akan saling benci. Pergesekan saling sikut dan saling tuding seolah menjadi bumbu wajib dunia aktivis. Persaingan menuju kursi kepemimpinan tidak jarang membuat satu sama lain lupa bahwa sebenarnya tujuan mereka semua sama, yaitu demi kemaslahatan bersama. Tapi aktivis tetaplah manusia, di saat kesombongan, egoisme sikap dan harga diri menjadi indikator dalam menentukan kualitas hidup. Itulah seorang aktivis.

Ya bagaimanapun seorang ativis tetaplah seorang manusia biasa, mereka membutuhkan kebutuhan-kebutuhan pribadi, mereka membutuhkan kenyamanan pribadi, mereka membutuhkan cinta, mereka membutuhkan penghormatan manusia. Tapi sebenarnya yang terpenting dari itu semua adalah, seorang aktivis hanya membutuhkan “semangat rakyatnya”, karena itu adalah bahan bakar sejati menuju kebahagiaan yang hakiki di akhir nanti. Jalan seorang aktivis adalah jalan berliku penuh onak dan duri yang di akhirnya akan ada sebuah sungai berair manis dan pohon berbuah banyak. Itulah seorang aktivis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar